Rabu, 18 Mei 2011

Charles Darwin dan Wallace
(Suatu Konsep Evolusi Dalam Ilmu Biologi)

Siapa yang tak kenal dengan sosok Charles Darwin dan Wallace???
The Origin Of Species merupakan salah satu jenis buku yang diterbitkannya pada tahun 1859.  Buku tersebut berisi tentang pendirian  Darwin bahwa semua jenis dan bentuk makhluk hidup yang ada di dunia hingga saat ini, dengan dipengaruhi berbagai proses alamiah dan juga evolusi atau perubahan dan perkembangan yang terjadi sangat lambat dari bentuk-bentuk yang mulanya sederhana (makhluk uniseluler) menjadi lebih kompleks.  Makhluk-makhluk baru tersebut masing-masing terus berevolusi yang kemudian menjadi jenis-jenis baru yang lebih kompleks dari sebelumnya.  Proses tersebut berjalan begitu seterusnya hingga dalam jangka waktu beratus-ratus juta tahun terjadilah makhluk yang paling kompleks seperti kera dan manusia.


Pernyataan Darwin mengenai evolusi tersebut sempat menui banyak protes khususnya dari orang awam dari Eropa Barat.  Walaupun pada waktu itu sudah banyak penelitian mengenai sejarah evolusi manusia,  tetapi tetap saja gagasan Darwin mengenai evolusi kehidupan itu belum dapat diterima oleh masyarakat awam karena memerlukan suatu pemahaman dan kajian yang lebih mendalam.  Penentangan itu awalnya disebabkan antara lain pada waktu itu yakni pada pertengahan abad-19 di Eropa ada suatu pembangkitan dan pengetatan kembali masalah keagamaan.  Gagasan-gagasan dari Darwin tersebut pada waktu itu dianggap tidak sesuai dan dianggap sebagai gagasan orang kafir karena bertentangan dengan ajaran agama yang mengatakan bahwa semua jenis makhluk hidup termasuk manusia adalah hasil ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.  Selain itu gagasan Darwin mengenai manusia dank era merupakan makhluk yang berasal dari keturunan yang sama.  Bahkan manusia adalah keturunan dari kera, merupakan suatau gagasan yang sungguh sulit diterima oleh masyarakat yang awam. 
Sementara itu Wallace (1823-1913) yang juga merupakan seorang ahli biologi secara terpisah juga mengembangkan gagasan megenai evolusi makhluk di dunia seperti yang diutarakan oleh Darwin.  Sedikit berbeda dengan Darwin Wallace lebih menekankan dan memperluas mengenai proses seleksi alam terkait dengan bentuk fisik dan jenis-jenis baru pada proses evolusinya.  Dalam gagasannya Darwin hanya menyebut mengenai seleksi alam secara sepintas saja.  Secara fundamental kedua tokoh tersebut tidak ada perbedaan, mereka sama-sama memiliki pendirian bahwa selalu ada perbedaan-perbedaan kecil yang terjadi pada individu-individu dalam satu jenis makhluk hidup. 
Danwin dan Wallace mengartikan seleksi alam dimana individu-individu yang tidak fit atau lemah, kurang dapat bertahan hidup dari tekanan-tekanan (preasure) alam akan mati, sedangkan individu yang fit atau yang lebih kuat akan tetap bertahan hidup dan dapat melahirkan keturunan-keturunan baru dan mewariskan sifat kuat yang dimilikinya kepada keturunan-keturunannya tersebut, dan demikian seterusnya.  Menurut Wallace dalam Koentjaraningrat (1987:23) :
Semakin kejam dan keras tekanan alamnya, maka semakin tinggi pula mutu yang menjadi syarat bagi organisma individu-individu dalam suatu jenis makhluk pada generasi tertentu, dan apabila keadaan alam berubah, maka hanya individu-individu dari suatu jenis yang memiliki sifat-sifat yang dapat memenuhi syarat-syarat alamiah itulah yang dapat bertahan untuk terus hidup.

Selasa, 17 Mei 2011

PERNIKAHAN    ADAT JAWA
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultural.  Memiliki berbagai macam kebudayaan yang berbeda-beda dan keanekaragaman kebudayaan tersebut sekaligus menjadi suatu identitas diri suatu suku bangsa yang ada di tanah air indonesia.  Menurut Clifford Gertz, Masyarakat multikultural adalah merupakan masyarakat yang terbagi dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri dan masing-masing sub sistem terkait oleh ikatan-ikatan primordial.
Faktor yang menyebabkan multikultural diantaranya adalah faktor geografis,faktor ini sangat mempengarudi apa dan bagaimana kebiasaan sua tu masyarakat. Maka dalam suatu daera yang memiliki kondisi geografis yang berbeda maka akan terdapat perbedaan dalam masyarakat( multikultural).  Pengaruh budaya asing, mengapa budaya asing menjadi penyebab terjadinya multikultural, karena masyarakat yang sudah mengetahui budaya-budaya asing kemungkinan akan terpengaruh mind set mereka dan menjadkan perbedaan antara.  Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya hampir sama denga perbedaan letak geografis suatu daerah. 
Masyarakat jawa adalah salah satu etnis dari berbagai etnis yang ada di Indonesia yang memiliki konsep-konsep kosmologi yang kuat dalam hal ini adalah perkawinan. 
Ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan numinus antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Orang Jawa bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya, mereka hanya menjalankan saja. Dasar kepercayaan Jawa atau Javanisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pada hakekatnya adalah satu atau merupakan kesatuan hidup. Javanisme memandang kehidupan manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya.
Dengan demikian kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius. Alam pikiran orang Jawa merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua kosmos (alam) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang mengandung kekuatan supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat misterius. Sedangkan mikrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap dunia nyata. Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos. Dalam makrokosmos pusat alam semesta adalah Tuhan. Alam semesta memiliki hierarki yang ditujukan dengan adanya jenjang alam kehidupan orang Jawa dan adanya tingkatan dunia yang semakin sempurna (dunia atas-dunia manusia-dunia bawah). Alam semesta terdiri dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang mempersatukan dan memberi keseimbangan. Sikap dan pandangan terhadap dunia nyata (mikrokosmos) adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam mengahdapi kehidupan manusia yang baik dan benar didunia ini tergantung pada kekuatan batin dan jiwanya. Bagi orang Jawa, pusat di dunia ada pada raja dan karaton, Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan raja adalah perwujudan Tuhan di dunia sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan alam. Jadi raja adalah pusat komunitas di dunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan karaton sebagai kediaman raja . karaton merupakan pusat keramat kerajaan dan bersemayamnya raja karena raja merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah dan membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan berisikan kosmologi, mitologi, seperangkat konsepsi yang pada hakikatnya bersifat mistik dan sebagainya yang anthropologi Jawa tersendiri, yaitu suatu sistem gagasan mengenai sifat dasar manusia dan masyarakat yang pada gilirannya menerangkan etika, tradisi, dan gaya Jawa. Singkatnya Javanisme memberikan suatu alam pemikiran secara umum sebagai suatu badan pengetahuan yang menyeluruh, yang dipergunakan untuk menafsirkan kehidupan sebagimana adanya dan rupanya. Jadike jawen bukanlah suatu kategori keagamaan, tetapi menunjukkan kepada suatu etika dan gaya hidup yang diilhami oleh cara berpikir Javanisme. 
Pemahaman orang Jawa Kejawen ditentukan oleh kepercayaan mereka pada pelbagai macam roh-roh yang tidak kelihatan yang dapat menimbulkan bahaya seperti kecelakaan atau penyakit apabila mereka dibuat marah atau penganutnya tidak hati-hati. Untuk melindungi semuanya itu, orang Jawa kejawen memberi sesajen atau caos dahar yang dipercaya dapat mengelakkan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dan mempertahankan batin dalam keadaan tenang. Sesajen yang digunakan biasanya terdiri dari nasi dan aneka makanan lain, daun-daun bunga serta kemenyan. Telah disepakati di kalangan sejarawan bahwa, pada jaman jawa kuno, masyarakat Jawa menganut kepercayaan animisme-dinamisme. Yang terjadi sebenarnya adalah: masyarakat Jawa saat itu telah memiliki kepercayaan akan adanya kekuatan yang bersifat: tak terlihat (gaib), besar, dan menakjubkan. Mereka menaruh harapan agar mendapat perlindungan, dan juga berharap agar tidak diganggu kekuatan gaib lain yang jahat (roh-roh jahat) (Alisyahbana, 1977). Mitos adalah suatu sistem komunikasi yang memberikan pesan berkenaan dengan aturan masa lalu, ide, gagasan dan kenangan atau keputusan yang diyakini (Berthes via Hassanuddi Wis dkk, 1981: 193). Sebagai sebuah sistem komunikasi mitos berfungsi menyatukan generasi sebelumnya dan generasi sekarang dari sebuah komunitas budaya. Ide, ingatan, kenangan, dan keputusan aturan masa lalau itu secara turun temurun dan berakar kuat menjadi keyakinan bagi pemmilik-pemilik budaya tersebut. Meskipun banyak yang sudah mulai meragukan kebenaran mitos tapi pada hakikatnya pemilik kebudayaan itu masih enggan meningglakan mitos yang diyakini. Karena menurut Barbara via Hassanuddin mitos bukanlah perkara betul atau salah melainkan suatu yang berguna untuk integritas masyarakat, alat kontrol sosial, identitas kelompok, dan harmonisasi komunal. Fungsi mitos sebagai alat kontrol sosial dan identitas kelompok sebuah budaya menuntut kepada para anggota budaya tersebut untuk mengikutinya agar dapat diterima.
Menurut orang jawa penikahan adalah suatu proses yang sakral.  Dalam prosesi pernikahan banyak benda-benda ritus yang digunakan untuk upacara pernikahan tersebut.  Menurut Robertson Smith,  upacara bersaji tersebut untuk meningkatkan dan mendorong rasa solidaritas dengan dewa atau para dewa. .( Koentjaraningrat, 1980:68)    Smith juga menggambarkan upacara bersaji adalah upacara yang meriah tetapi juga keramat.  Upacara pernikahan juga disebut sebagai ritus peralihan dan upacara pengukuhan menurut analisa Van Gennep.( Koentjaraningrat, 1980:74) 
Salah satu cara yang dipakai untuk melambangkan bersatunya dua insan yang berlainan jenis dan sah menurut agama dan hukum adalah pernikahan. Masing-masing daerah mempunyai tata upacara pernikahannya sendiri-sendiri. Dalam bahasan ini, penulis akan mencoba mendeskripsikan tata upacara pernikahan adat Jawa dipandang dari sudut pandang semiotika.
Pemahaman mengenai tata upacara pengantin jawa.  Terdapat gagasan dari Robertson Smith bahwa disamping sistem keyakinan dan doktrin, sistem upacara juga merupakan perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi analisa yang khusus.  Gagasan berikutnya adalah bahwa warga masyarakat pemeluk agama atau religi yang bersangkutan bersama-sama memiliki fungsi social untuk mengintensifkan solidaritas.  Para pemeluk agama ada yang melakukan ritus tersebut dengan sungguh-sungguh dan ada pula yang melakukannya dengan setengah-setengah saja.  Tujuan dari pemeluk agama ini adalah untuk mengabdi atau berbakti kepada Tuhannya atau untuk mencari kepuasan secara pribadi dan ada juga diantara mereka yang melakukannya arena mereka sadar bahwa itu semua adalah kewajiban sebagai pemeluk suatu agama.  (Koentjaraningrat 1980:67)
Menurut Van Gennep terdapat tahap-tahap pertumbuhan yang dimulai dari manusia itu lahir, menjadi kanak-kanak kemudian tumbuh menjadi dewasa dan menikah, lalu menjadi orang tua dan akhir dari semua itu adalah mati.  Dalam proses pertumbuhan ini  atau yang biasa di sebut dengan Life Cycle, manusia mengalami yan namanya perubahan baik itu secara fisik bahkan perubahan dalam kebudayaan yang terdapat pada lingkungan mereka tinggal yang mempengaruhi jiwa dan krisis mental.

Pernikahan adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan sepasang kekasih untuk menghalalkan semua perbuatan yang berhubungan dengan kehidupan suami-istri guna membentuk suatu keluarga dan meneruskan garis keturunan. Guna melakukan prosesi pernikahan, orang Jawa selalu mencari hari baik maka perlu dimintakan pertimbangan dari ahli penghitungan hari baik berdasarkan patokan Primbon Jawa. Setelah ditemukan hari baik maka sebulan sebelum akad nikah, secara fisik calon pengantin perempuan disiapkan untuk menjalani hidup pernikahan, dengan cara diurut perutnya dan diberi jamu oleh ahlinya. Hal ini dikenal dengan istilah diulika yaitu pengurutan perut untuk menempatkan rahim dalam posisi yang tepat agar dalam persetubuhan pertama memperoleh keturunan, dan minum jamu Jawa agar tubuh ideal dan singset.
Sebelum pernikahan dilakukan, ada beberapa prosesi yang harus dilakukan, baik oleh pihak laki-laki maupun perempuan. Menurut Sumarsono (2007), tata upacara pernikahan adat Jawa adalah sebagai berikut :

2.1 Babak I (Tahap Pembicaraan) / Nakokake
Seorang pria pertama-tama datang ke kediaman orang tua si gadis dengan didampingi oleh orang tua sendiri atau wakil orang tuanya untuk menanyakan kebudayaan Jawa kepadanya, apakah si gadis sudah ada empunya atau belum (legan) . Jika orang tua si gadis telah meninggal, hal itu yang disebut nak ok ak e kepada wali, yakni anggota kerabat dekat menurut garis laki – laki (patrilineal) atau tahap dimana ada  pembicaraan antara pihak yang akan punya hajat mantu dengan pihak calon besan, mulai dari pembicaraan pertama sampai tingkat melamar dan menentukan hari penentuan (gethok dina).




2.2 Babak II (Tahap Kesaksian)
Babak ini merupakan peneguhan pembicaaan yang disaksikan oleh pihak ketiga, yaitu warga kerabat dan atau para sesepuh di kanan-kiri tempat tinggalnya, melalui acara-acara sebagai berikut :

1. Srah-srahan
Yaitu menyerahkan seperangkat perlengkapan sarana untuk melancarkan pelaksanaan acara sampai hajat berakhir. Untuk itu diadakan simbol-simbol barang-barang yang mempunyai arti dan makna khusus, berupa cincin, seperangkat busana putri, makanan tradisional, buah-buahan, daun sirih dan uang. Adapun makna dan maksud benda-benda tersebut adalah :

a. Cincin emas, yang dibuat bulat tidak ada putusnya, maknanya agar cinta mereka abadi tidak terputus sepanjang hidup.

b. Seperangkat busana putrid, bermakna masing-masing pihak harus pandai menyimpan rahasia terhadap orang lain.

c. Perhiasan yang terbuat dari emas, intan dan berlian, mengandung makna agar calon pengantin putri selalu berusaha untuk tetap bersinar dan tidak membuat kecewa.

d. Makanan tradisional, terdiri dari jadah, lapis, wajik, jenang; semuanya terbuat dari beras ketan. Beras ketan sebelum dimasak hambur, tetapi setelah dimasak, menjadi lengket. Begitu pula harapan yang tersirat, semoga cinta kedua calon pengantin selalu lengket selama-lamanya.

e. Buah-buahan, bermakna penuh harap agar cinta mereka menghasilkan buah kasih yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.

f. Daun sirih, daun ini muka dan punggungnya berbeda rupa, tetapi kalau digigit sama rasanya. Hal ini bermakna satu hati, berbulat tekad tanpa harus mengorbankan perbedaan.

2. Peningsetan
Lambang kuatnya ikatan pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan yang ditandai dengan tukar cincin antara kedua calon pengantin.

3. Asok tukon
Hakikatnya adalah penyerahan dana berupa sejumlah uang untuk membantu meringankan keuangan kepada keluarga pengantin putri.

4. Gethok dina
Menetapkan kepastian hari untuk ijab qobul dan resepsi. Untuk mencari hari, tanggal, bulan, biasanya dimintakan saran kepada orang yang ahli dalam perhitungan Jawa.

2.3 Babak III (Tahap Siaga)
Pada tahap ini, Persiapan Penunjukkan Pemaes, dukun pengantin perempuan di mana menjadi pemimpin dari acara pernikahan. Dia mengurus dandanan dan pakaian pengantin laki-laki dan pengantin perempuan yang bentuknya berbeda selama pesta pernikahan. Biasanya dia juga menyewakan pakaian pengantin, perhiasan dan perlengkapan lain untuk pesta pernikahan. Banyak yang harus dipersiapkan untuk setiap upacara pesta pernikahan. Untuk itu dibentuk sebuah panitia kecil yang terdiri dari teman dekat, keluarga dari kedua mempelai. Besarnya panitia itu tergantung dari latar belakang dan berapa banyaknya tamu yang di undang (300, 500, 1000 atau lebih). Panitia mengurus seluruh persiapan perkawinan: protokol, makanan dan minuman, musik gamelan dan tarian, dekorasi dari ruangan resepsi, pembawa acara, wali untuk Ijab, pidato pembuka, transportasi, komunikasi dan keamanan

1. Sedhahan
Yaitu cara mulai merakit sampai membagi undangan.

2. Kumbakarnan
Pertemuan membentuk panitia hajatan mantu, dengan cara :
a.       Pemberitahuan dan permohonan bantuan kepada sanak saudara, keluarga, tetangga, handai taulan, dan kenalan.
b.      Adanya rincian program kerja untuk panitia dan para pelaksana.
c.       Mencukupi segala kerepotan dan keperluan selama hajatan.
d.      Pemberitahuan tentang pelaksanaan hajatan serta telah selesainya pembuatan undangan.

3. Jenggolan atau Jonggolan
Saatnya calon pengantin sekalian melapor ke KUA (tempat domisili calon pengantin putri). Tata cara ini sering disebut tandhakan atau tandhan, artinya memberi tanda di Kantor Pencatatan Sipil akan ada hajatan mantu, dengan cara ijab.

2.4 Babak IV (Tahap Rangkaian Upacara)
Tahap ini bertujuan untuk menciptakan nuansa bahwa hajatan mantu sudah tiba. Ada beberapa acara dalam tahap ini, yaitu :

1. Pasang tratag dan tarub
Pemasangan tratag yang dilanjutnya dengan pasang tarub digunakan sebagai tanda resmi bahwa akan ada hajatan mantu dirumah yang bersangkutan. Tarub dibuat menjelang acara inti. Adapun ciri kahs tarub adalah dominasi hiasan daun kelapa muda (janur), hiasan warna-warni, dan kadang disertai dengan ubarampe berupa nasi uduk (nasi gurih), nasi asahan, nasi golong, kolak ketan dan apem.


2. Kembar mayang
Berasal dari kata kembar artinya sama dan mayang artinya bunga pohon jambe atau sering disebut Sekar Kalpataru Dewandaru, lambang kebahagiaan dan keselamatan. Jika pawiwahan telah selesai, kembar mayang dilabuh atau dibuang di perempatan jalan, sungai atau laut dengan maksud agar pengantin selalu ingat asal muasal hidup ini yaitu dari bapak dan ibu sebagai perantara Tuhan Yang Maha Kuasa. Barang-barang untuk kembar mayang adalah :
  1. Batang pisang, 2-3 potong, untuk hiasan. Biasanya diberi alas dari tabung yang terbuat dari kuningan.
  2. Bambu aur untuk penusuk (sujen), secukupnya.
  3. Janur kuning, kurang lebih 4 pelepah.
  4. Daun-daunan: daun kemuning, beringin beserta ranting-rantingnya, daun apa-apa, daun girang dan daun andong.
  5. Nanas dua buah, pilih yang sudah masak dan sama besarnya.
  6. Bunga melati, kanthil dan mawar merah putih.
  7. Kelapa muda dua buah, dikupas kulitnya dan airnya jangan sampai tumpah. Bawahnya dibuat rata atau datar agar kalau diletakkan tidak terguling dan air tidak tumpah.

3. Pasang tuwuhan (pasren)
Tuwuhan dipasang di pintu masuk menuju tempat duduk pengantin. Tuwuhan biasanya berupa tumbuh-tumbuhan yang masing-masing mempunyai makna :
  1. Janur. Harapannya agar pengantin memperoleh nur atau cahaya terang dari Yang Maha Kuasa.
  2. Daun kluwih. Semoga hajatan tidak kekurangan sesuatu, jika mungkin malah dapat lebih (luwih) dari yang diperhitungkan.
  3. Daun beringin dan ranting-rantingnya : Pasangan pengantin akan selalu melindungi keluarganya dan masyarakat sekitarnya. Beringin diambil dari kata ingin, artinya harapan, cita-cita atau keinginan yang didambakan mudah-mudahan selalu terlaksana.
  4. Daun dadap serep :  Daun yang dapat digunakan mengompres untuk menurunkan demam, berarti pasangan pengantin akan selalu mempunyai pikiran yang jernih dan tenang dalam mengadapi masalah. Berasal dari suku kata rep artinya dingin, sejuk, teduh, damai, tenang tidak ada gangguan apa pun.
  5. Seuntai padi (pari sewuli). Melambangkan semakin berisi semakin merunduk. Diharapkan semakin berbobot dan berlebih hidupnya, semakin ringan kaki dan tangannya, dan selalu siap membantu sesama yang kekurangan.
  6. Cengkir gadhing. Air kelapa muda (banyu degan), adalah air suci bersih, dengan lambang ini diharapkan cinta mereka tetap suci sampai akhir hayat.
  7. Setundhun gedang raja suluhan (setandan pisang raja). Semoga kelak mempunyai sifat seperti raja hambeg para marta, mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
  8. Tebu wulung watangan (batang tebu hitam). Kemantapan hati (anteping kalbu), jika sudah mantap menentukan pilihan sebagai suami atau istri, tidak tengok kanan-kiri lagi.
  9. Kembang lan woh kapas (bunga dan buah kapas). Harapannya agar kedua pengantin kelak tidak kekurangan sandang, pangan, dan papan. Selalu pas, tetapi tidak pas-pasan.
  10. Kembang setaman dibokor (bunga setaman yang ditanam di air dalam bokor). Harapannya agar kehidupan kedua pengantin selalu cerah ibarat bunga di taman.

4. Siraman
Ubarampe yang harus disiapkan berupa air bunga setaman, yaitu air yang diambil dari tujuh sumber mata air yang ditaburi bunga setaman yang terdiri dari mawar, melati dan kenanga. Tahapan upacara siraman adalah sebagai berikut :
- calon pengantin mohon doa restu kepada kedua orangtuanya.
- calon mantu duduk di tikar pandan tempat siraman.
- calon pengatin disiram oleh pinisepuh, orangtuanya dan beberapa wakil yang ditunjuk.
- yang terakhir disiram dengan air kendi oleh bapak ibunya dengan mengucurkan ke muka, kepala, dan tubuh calon pengantin. Begitu air kendi habis, kendi lalu dipecah sambil berkata Niat ingsun ora mecah kendi, nanging mecah pamore anakku wadon.

5. Adol dhawet
Upacara ini dilaksanakan setelah siraman. Penjualnya adalah ibu calon pengantin putri yang dipayungi oleh bapak. Pembelinya adalah para tamu dengan uang pecahan genting (kreweng). Upacara ini mengandung harapan agar nanti pada saat upacara panggih dan resepsi, banyak tamu dan rezeki yang datang.

6. Midodareni
Midodareni adalah malam sebelum akad nikah, yaitu malam melepas masa lajang bagi kedua calon pengantin. Acara ini dilakukan di rumah calon pengantin perempuan. Dalam acara ini ada acara nyantrik untuk memastikan calon pengantin laki-laki akan hadir dalam akad nikah dan sebagai bukti bahwa keluarga calon pengantin perempuan benar-benar siap melakukan prosesi pernikahan di hari berikutnya. Midodareni berasal dari kata widodareni (bidadari), lalu menjadi midodareni yang berarti membuat keadaan calon pengantin seperti bidadari. Dalam dunia pewayangan, kecantikan dan ketampanan calon pengantin diibaratkan seperti Dewi Kumaratih dan Dewa Kumajaya.

2.5 Babak V (Tahap Puncak Acara)
1. Ijab qobul
Peristiwa penting dalam hajatan mantu adalah ijab qobul dimana sepasang calon pengantin bersumpah di hadapan naib yang disaksikan wali, pinisepuh dan orang tua kedua belah pihak serta beberapa tamu undangan. Saat akad nikah, ibu dari kedua pihak, tidak memakai subang atau giwang guna memperlihatkan keprihatinan mereka sehubungan dengan peristiwa menikahkan atau ngentasake anak.

2. Upacara panggih
Adapun tata urutan upacara panggih adalah sebagai berikut :

  1. Liron kembar mayang. Saling tukar kembar mayang antar pengantin, bermakna menyatukan cipta, rasa dan karsa untuk mersama-sama mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan.
  2. Gantal. Daun sirih digulung kecil diikat benang putih yang saling dilempar oleh masing-masing pengantin, dengan harapan semoga semua godaan akan hilang terkena lemparan itu.
  3. Ngidak endhog. Pengantin putra menginjak telur ayam sampai pecah sebagai simbol seksual kedua pengantin sudah pecah pamornya.
  4. Pengantin putri mencuci kaki pengantin putra. Mencuci dengan air bunga setaman dengan makna semoga benih yang diturunkan bersih dari segala perbuatan yang kotor.
  5. Minum air degan. Air ini dianggap sebagai lambang air hidup, air suci, air mani (manikem).
  6. Di-kepyok dengan bunga warna-warni. Mengandung harapan mudah-mudahan keluarga yang akan mereka bina dapat berkembang segala-galanya dan bahagia lahir batin.
  7. Masuk ke pasangan. Bermakna pengantin yang telah menjadi pasangan hidup siap berkarya melaksanakan kewajiban.
  8. Sindur. Sindur atau isin mundur, artinya pantang menyerah atau pantang mundur. Maksudnya pengantin siap menghadapi tantangan hidup dengan semangat berani karena benar.

Setelah melalui tahap panggih, pengantin diantar duduk di sasana riengga, di sana dilangsungkan tata upacara adat Jawa, yaitu :

  1. Timbangan.
Bapak pengantin putri duduk diantara pasangan pengantin, kaki kanan diduduki pengantin putra, kaki kiri diduduki pengantin putri. Dialog singkat antara Bapak dan Ibu pengantin putri berisi pernyataan bahwa masing-masing pengantin sudah seimbang.

  1. Kacar-kucur
Pengantin putra mengucurkan penghasilan kepada pengantin putri berupa uang receh beserta kelengkapannya. Mengandung arti pengantin pria akan bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarganya.

  1. Dulangan
Antara pengantin putra dan putri saling menyuapi. Hal ini mengandung kiasan laku memadu kasih diantara keduanya (simbol seksual). Dalam upacara dulangan ada makna tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan tumpeng yang bermakna :
- tumpeng tunggarana : agar selalu ingat kepada yang memberi hidup.
- tumpeng puput : berani mandiri.
- tumpeng bedhah negara : bersatunya pria dan wanita.
- tumpeng sangga langit : berbakti kepada orang tua.
- tumpeng kidang soka : menjadi besar dari kecil.
- tumpeng pangapit : suka duka adalah wewenang Tuhan Yang Maha Esa.
- tumpeng manggada : segala yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi.
- tumpeng pangruwat : berbaktilah kepada mertua.
- tumpeng kesawa : nasihat agar rajin bekerja.

3. Sungkeman
Sungkeman adalah ungkapan bakti kepada orang tua, serta mohon doa restu. Caranya, berjongkok dengan sikap seperti orang menyembah, menyentuh lutut orang tua pengantin perempuan, mulai dari pengantin putri diikuti pengantin putra, baru kemudian kepada bapak dan ibu pengantin putra.