Rabu, 22 Juni 2011

Menyisir Pegunungan Selatan Jawa Part 2

MODERN HUMAN DISPERSAL ( WAJAK,TULUNG ANGUNG)



Deskripsi Lokasi
                        Kabupaten Tulungagung terletak di garis 111o59 112o2 Bujur Timur (BT) dan 7o50 8o20Lintang Selatan (LS). Luas Kabupaten Tulungagung = 1.046,257 km2 atau 2,2% luas Propinsi Jawa Timur. Di sebelah Utara, Barat dan Selatan berupa gunung dan pegunungan. Di tengah terdapat rawa (sebelum tahun 1986), yaitu rawa Gesikan dan Rawa Bening. Ibu kotanya terbelah oleh sungai Ngrawa. Di sebelah Selatan membujur dari Barat sampai ke Timur, sampai daerah Malang Selatan, berupa pegunungan gamping yang sebagian besar telah menjadi marmer.
            Daerah Tulungagung banyak terdapat peninggalan sejarah purbakala. Sekitar 63 buah peninggalan berupa benda bergerak dan tidak bergerak. Tulungagung memiliki peninggalan purbakala terbanyak di daerah Karesidenan Kediri. Dintara peninggalan tersebut 26 berupa parasati, 24 diantaranya berupa prasati batu. Salahsatunya adalah prasasti Lawadan karena terletak di desa (thani) Lawadan yang sekarang diyakini bernama Wates campurdarat. Prasastiyang bertanggal 18 Nopember 1205 hari Jumat Pahing- dikeluarkan oleh Prabu Srengga raja terakhir kerajaan Daha. Raja tersebut terkenal dengan nama Prabu Dandanggendis. Prasasti tersebut berisi pemberian keringanan pajak dan hak isimewa semacam bumi perdikan atau sima. Alasannya pemberian hadiah tersebut adalah karena jasa prajurit Lawadan yang sudah memberikan bantuan kepada kerajaan mengusir musuh dari Timur sehingga raja yang tadinya telah meninggalkan kraton dapat kembali berkuasa.
            Katemunggungan Wadjak (Boyolangu) Berdirinya Katumenggungan Wajak pada masa pemerintahan Sultan Agung sampai dengan pembentukan kadipaten Ngrawa dengan pusat pemerintahan di Wajak sejak perjanjian Giyanti. Ini terjadi antara tahun 1615 - 1709 M pada masa Mataram Islam dan masa colonial. Yang menjadi Tulungagung I adalah Senapati Mataram bernama Surontani. Dimakamkan di Desa Wajak Kidul Boyolangu. Sedangkan Surontani ke III (Kertoyudo) dimakamkan di Desa Tanggung Campurdarat. Katumenggungan Wajak berakhir dengan berdirinya Kabupaten Ngrawa beribu kota di Kalangbret. Nama Rawa telah dikenal sejak tahun 1194 M (Prasasti Kemulan) dan disebut ulang dalam Negarakretagama (1365 M). Nama ini kemudian berubah menjadi Ngrawa.


Temuan Data
·                     Gua Selomangkleng
                   Gua Selomangkleng terletak di Desa Sranggahan. Tempat ini kami jadikan sebagai perumpaan untuk membayangkan kondisi ekologi pada zaman dahulu dimana pernah dilewati sebagai jalur dispersal.
                    Menurut kelompok kami, gua ini hanya sebagai tempat singgah saja selama melakukan dispersal. Gua ini terletak di dataran tinggi dimana dataran tinggi ini pada zaman dahulu digunakan sebagai tempat berlindung dari bahaya binatang buasa\ dan untuk melihat musuhnya. Daerah ini dekat dengan air, dimana biasanya jika dekat dengan air berarti terdapat sumber kehidupan.

·                     Folklor Boyolangu
            Menurut cerita Mbah Ti in (67 tahun), bonyolangu dulunya merupakan sejarah nama dari majapahit dan dulunya merupakan daerah rawa-rawa. Nama Boyolangu dulunya adalah Ndadap Langu. Nama Ndadap Langu diambil dari nama Kyai Ndadap Langu dulu adalah bupati pethak terus ke mbah roro kembang sore saking putro betak. Terkait sejarah zaman lalu dimana lembu peteng utusan majapahit ke penghabisan gajah mada kyai mbesari.
            Dinamakan Bonyolangu karena dulunya ada penjelmaan dimana ada seorang perempuan yang naik becak kemudian turun di jembatan, kemudian perempuan itu terjun ke sungai berubah jadi buaya. Sejak itu desa ini dinamakan Desa Boyolangu.
            Menurut Pak Edi nama Bonyolangu karena dulu ada buaya meninggal kemudian baunya “langu” seperti bau ikan yang menyengat.
            Menurut bapak juru kunci gua pasir, desa sini dinamakan Boyolangu karena dahulu daerah sini masuk  kedalam daerah dari kerajaan Majapahit, dan kebetulan di daerah sini merupakan tempat terjadinya pertempuran antara utusan dari kerajaan Majapahit yaitu Dadap Langu dengan penduduk yang mendiami daerah ini atau wilayah ini, karena pada saat itu yang mendiami wilayah ini ialah para pengikut dari kerajaan Mataram yang memberontak dan lari dari kerajaan Mataram kemudian mencoba untuk tinggal di wilayah ini. Akan tetapi Majapahit mengirimkan utusan untuk mengajak bergabungnya para pengikut kerajaan Mataram yang memberontak tersebut untuk mau mengabdi kepada kerajaan Majapahit. Raja Majapahit memberikan titah kepada adipatinya bahwa bila mereka tidak mau bergabung maka mereka harus di bunuh. Akan tetapi para pengikut tersebut tidak mau mengabdi di bawah kerajaan Majapahit sehingga terjadilah perang di wilayah ini, lokasi perang tersebut di pinggir sungai besar dan terdapat banyak buaya banyak di sinilah utusan dari Majapahit yaitu Dadap Langu tersebut tewas sehingga wilayah ini dinamakan BoyoLangu
            Pada tahun 1205 M, masyarakat Thani Lawadan di selatan Tulungagung, mendapatkan penghargaan dari Raja Daha terakhir, Kertajaya, atas kesetiaan mereka kepada Raja Kertajaya ketika terjadi serangan musuh dari timur Daha. Penghargaan tersebut tercatat dalam Prasasti Lawadan dengan candra sengkala "Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa" yang menunjuk tanggal 18 November 1205 M. Tanggal keluarnya prasasti tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Tulungagung sejak tahun 2003.
            Di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu, terdapat Candi Gayatri. Candi ini adalah tempat untuk mencandikan Gayatri (Sri Rajapatni), istri keempat Raja Majapahit yang pertama,Raden Wijaya  (Kertarajasa Jayawardhana), dan merupakan ibu dari Ratu Majapahit ketiga, Sri Gitarja (Tribhuwanatunggadewi), sekaligus nenek dari Hayam Wuruk (Rajasanegara), raja yang memerintah Kerajaan Majapahit di masa keemasannya. Nama Boyolangu itu sendiri tercantum dalam Kitab Nagarakertagama yang menyebutkan nama Bayalangu/Bhayalango (bhaya = bahaya, alang = penghalang) sebagai tempat untuk menyucikan beliau. Berikut ini adalah kutipan Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia:
            Prajnyaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangun
Arca Sri Padukapatni diberkati oleh Sang Pendeta Jnyanawidi
Telah lanjut usia, paham akan tantra, menghimpun ilmu agama
Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda
(Pupuh LXIX, Bait 1)
            Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni
Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkati tanahnya
Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja
Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun
(Pupuh LXIX, Bait 2)
Makam rani: Kamal Padak, Segala, Simping
Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir
Bangunan baru Prajnyaparamitapuri
Di Bayalangu yang baru saja dibangun
(Pupuh LXXIV, Bait 1)
            Menurut Teori Out of Africa : Penyebaran homo sapiens merupakan rute terpanjang yang dilalui oleh manusia purba Homo sapiens yang terjadi 4 juta tahun yg lalu, dalam penyebarannya mulai dari Afrika melalui darat ke seluruh bagian bumi sampai Amerika Selatan.
            Menurut hasil-hasil penelitian mutakhir, manusia (Homo sapiens) pertama yang meninggalkan Afrika mencapai Semenanjung Arabia melalui bagian selatan Laut Merah.
            Mereka mencapai Anak Benua India melalui Timur Tengah dan mencapai Oseania melalui Indonesia . Diperkirakan 50 sampai 60 ribu tahun lalu mereka telah sampai di Australia lebih dahulu sebelum menyebar di wilayah Asia lainnya.
            Pada Jaman Es, ketika permukaan air laut lebih rendah, Indocina , Indonesia bagian barat dan sebagian kecil Filipina menyatu membentuk Paparan Sunda yang dianggap sebagai cikal bakal negara-negara Asia saat ini. Australia dan Pulau Papua ( New Guinea ) juga bergabung membentuk Paparan Sahul yang dipisahkan dari Paparan Sunda oleh Selat Sahul. Namun demikian beberapa kelompok manusia berhasil menyeberanginya dan mencapai pulau-pulau di Oseania.
            Sementara itu beberapa kelompok manusia juga meninggalkan Afrika menuju Eropa melalui bagian utara Laut Merah, Asia Tengah dan Timur Jauh, tapi lebih banyak yang menuju timur ke arah Paparan Sunda karena tertarik dengan iklim yang lebih bersahabat dan alam yang subur. Kemudian tercipta koloni-koloni dan jumlah populasi meningkat. Diperkirakan bahwa dalam kurun waktu perpindahan itu di antara mereka juga terjadi percampuran antar ras.
            Kemudian pada saat terjadi pemanasan global dan es di kutub mencair, Paparan Sunda kemudian terbagi menjadi tiga bagian: Indocina , Indonesia, dan sebagian Filipina. Karena semakin padatnya populasi dan semakin menyempitnya daratan akibat naiknya permukaan air laut, wajar bila beberapa kelompok dari populasi itu harus meninggalkan Paparan Sunda. 
Dispersal Manusia Modern
Manusia pada saat itu melakukan migrasi melalui rute selatan yaitu melalui jalur pegunungan sewu. Pegunungan yang dimulai dari daerah jawa tengah ini berakhir di banyuwangi, jawa timur. Jalur ini melalui pegunungan kapur yang kering dan panas, namun keadaan ini tertutup oleh hutan tropis yang lebat dengan pohon tinggi seperti pohon jati, akasia, dan pohon-pohon besar lainnya. Jalur ini melewati juga daerah di Tulung agung, yang tepatnya adalah di kecamatan Campur Darat. Daerah ini merupakan pegunungan kapur sehingga di daerah ini kaya akan marmer. Di sepanjang jalan, kita akan menjumpai perajin-perajin marmer dengan berbagai kreasinya.
Beberapa hal yang dapat dijadikan alasan bagi manusia pada zaman dulu melakukan migrasi melalui jalur ini adalah karena keadaan ekologis atau lingkungan hidup daerah ini mampu untuk menunjang kehidupan mereka. Beberapa hal yang menunjang adalah:
1.                  Keberadaan Vegetasi.
Seperti yang terlihat dalam observasi selama di lapangan, secara cepat dapat dilihat bahwa di daerah kering seperti itu masih dapat ditumbuhi pohon-pohon dan tanaman lainnya yang memang sesuai dan cocok hidup di daerah tersebut, saat ini pohon-pohon yang tumbuh di daerah ini adalah pohon-pohon besar seperti jati dan akasia dan ada juga tanaman-tanaman lain. Bila ditilik ke belakang pada masa klasik seperti yang terdapat di Goa Selomangleng dan Goa Pasir, maka asumsi kita adalah pada masa itu juga sudah terdapat tanaman-tanaman yang tumbuh di daerah itu, hal ini terbukti dari adanya ukiran dan relief yang ada di goa tersebut yang menggambarkan beberapa jenis pohon. Manusia pada zaman klasik dapat menggambar sesuatu bila dia sudah melihat obyek yang dia gambar. Bila kita mengarah semakin ke belakang maka kemungkinan besar pada masa prasejarah pun di daerah ini juga sudah memiliki tumbuh-tumbuhan yang mampu menunjang kehidupan manusia pada masa purba tersebut.
2.                  Keberadaan Sumber Hewan yang Dapat Dijadikan Buruan atau Mangsa.
Di daerah ini juga ditemukan fosil-fosil hewan. Hal ini membuktikan bahwa di daerah ini pada masa itu juga sudah terdapat hewan yang hidup di daerah itu. Keberadaan hewan ini tentu saja sangat menunjang kehidupan manusia zaman itu, apalagi hewan merupakan bahan makanan yang sangat dibutuhkan oleh manusia.


3.                  keberadaan sungai-sungai yang mengalir di daerah ini.
Di daerah ini mengalir sungai yang cukup besar dengan arus yang cukup kuat. Fosil manusia wajak ternyata juga ditemukan di pinggir sungai ini. Sampai saat ini, lapisan tanahnya pun masih terlihat jelas. Bila diperhatikan kemungkinan lapisan ini merupakan lapisan kabuh. Sungai menjadi sangat penting bagi kehidupan manusia pada masa itu karena sungai merupakan sumber air utama bagi para manusia zaman itu. Kebanyakan manusia pada zaman itu memang lebih suka hidup di daerah yang memiliki sungai dengan alirannya yang cukup besar.
Seperti yang kita ketahui bahwa teori yang berkembang mengenai tempat tinggal manusia purba memiliki beberapa ciri yaitu tempat yang tinggi seperti bukit atau gunung, daerah ini juga dekat dengan aliran sungai, serta memiliki sumber daya vegetasi dan hewani yang cukup besar sehingga mampu menunjang kehidupan mereka. Dengan demikian daerah pegununagn sewu di campur darat ini pun menunjang kehidupan manusia pada masa itu.
Namun di daerah ini tidak ditemukan alat-alat yang terbuat dari batu, hal ini karena di daerah ini tidak memiliki sumber daya batu yang sesuai untuk dijadikan sebagai peralatan hidup. Untuk menunjang kehidupannya dan untuk berburu manusia pada masa itu memanfaatkan bahan-bahan dari alam yang melimpah dan dapat digunakan sebagai alat yaitu kayu dan bambu. Oleh karena kayu dan bambu adalah bahan organik sehingga suatu saat dapat hancur dan terurai, jadi pada masa sekarang kita tidak akan dapat menemukan sisa-sisa alat tersebut di sana karena memang sudah habis terurai.


            Pegunungan Sewu adalah nama untuk deretan pegunungan yang terbentang memanjang di sepanjang pantai selatan Daerah Istimewa YogyakartaKabupaten Wonogiri (Jawa Tengah), hingga Kabupaten Tulungagung (Jawa Timur) di Pulau Jawa. Deretan pegunungan Sewu terbentuk karena pengangkatan dasar laut ribuan tahun silam. Batuan kapur menjadi ciri khas pegunungan ini.
            Pegunungan ini memiliki bentang alam kawasan karst yang sangat unik, hal tersebut dicirikan dengan adanya fenomena di permukaan (eksokarst) dan bawah permukaan (endokarst). Fenomena permukaan meliputi bentukan positif, seperti perbukitan karst yang jumlahnya ± 40.000 bukit yang berbentuk kerucut. Bentukan negatifnya berupa lembah-lembah karst dan telaga karst.
            Fenomena bawah permukaan meliputi goa-goa karst yang berjumlah tidak kurang dari 119 goa yang memiliki stalaktit dan stalakmit, dan semua aliran sungai bawah tanah. Karena keunikan ekosistemnya, maka tahun 1993 International Union of Speleology mengusulkan agar Kawasan Karst Pegunungan Sewu masuk ke dalam salah satu warisan alam dunia.
Persebaran manusia dengan ciri-ciri Austro-Melanesoid.
Nenek moyang dari manusia Wajak tersebut diatas, sebelumnya sudah ada yang menyebar ke arah barat dan ke arah timur Nusantara. Mereka yang menyebar ke arah timur menduduki Irian. Meraka hidup dalam kelompok-kelompok kecil di daerah muara-muara sungai di mana mereka hidup dengan menangkap ikan di sungai, dan meramu tumbuh-tumbuhan. Pada masa sekarang bekas-bekas itu dapat ditemukan di daerah Teluk McCluer dan Teluk Triton di kepala Cendrawasih. Bekas-bekas itu berupa tempat-tempat perlindungan di bawah karang atau yang disebut abris sous roches.
Di bagian barat dari Nusantara orang Austro-Melanesoid, mengembangkan suatu kebudayaan yang pada dasarnya sama dengan kelompok yang dihidup di Irian. Mereka juga mengembangkan perkampungan abris sous roches. Adapun perbedaan dengan kelompok di Irian adalah mereka menggunakan kapak genggam yang mempunyai suatu sisi bekas pecahan yang kasar dan suatu sisi luar yang lebih halus. Kapak itu sering diasah pada bagian tajamnya.
Persebaran dari manusia Austro-Melanesoid yang makan kerang, dapat direkontruksi dari adanya timbunan sisa-sisa kulit kerang yang di sebut kjokkenmoddinger atau sampah dapur. Sekarang tempat-tempat yang berupa bukit-bukit kerang dan ditandai dengan adanya kapak genggam yang bagian tertentunya tajam. Banya dijumpai di Aceh, Kedah dan Pahang di Malaysia. Kecuali itu k[ak-kapak itu juga ditemukan di Jawa Timur, tetapi juga di Vietnam Utara, ialah di Pengunungan Bacson, dan di gua-gua dari Propinsi Hoa-binh, Hoa-nam, dan Tan-Hoa. Justru penemuan-penemuan alat-alat prehistoris yang berpusat kepada alat genggam itu tadi disebut alat-alat Bacson-Hoabinh.
Fosil-fosil manusia yang sering ditemukan bersamaan dengan alat-alat Bacson-Hoabinh tadi, seperti misalnya di gua Sodong dan Samoung di Jawa Timur, di bukit kerang di Aceh, dan Di gua Kepah di Malaysia Barat, menunjukkan secara dominan ciri-ciri Austro-Melanesoid, sungguh pun bercampur ciri-ciri ras Mongoloid. Justru karena itulah Koentjaraningrat condong untuk menyimpulkan bahwa adanya persebaran dari timur ke barat dari manusia Austro-Melanesoid berasal dari Jawa, melalui Sumatera, Semenanjung Malayu dan Muang Thai sampai Vietnam Utara.
Pengaruh ciri-ciri Mongoloid. Dari manakah kiranya asalnya ciri-ciri Paleo-Mongoloid yang tampak pada penduduk kuno di Indonesia tersebut. Ciri-ciri itu mungkin bersal dari Asia. Satu kemungkinan adalah melalui jalan yang dilalui oleh orang Austro–Melanesoid yang ke arah barat dan utara, di mana orang-orang dengan cirri-ciri Mongoloid bercampur dengan orang-orang Austro-Melanesoid. Dengan demikian
Perpindahan/Migrasi Bangsa-bangsa ke Indonesia
Sebelum Anda membahas lebih jauh uraian materi migrasi bangsa-bangsa ke Indonesia, alangkah baiknya Anda perhatikan terlebih dahulu gambar 1 yang merupakan peta rute atau arah penyebaran kapak persegi dan kapak lonjong (kebudayaan Neolithikum) ke Indonesia.
Gambar 1. Alur Penyebaran Kebudayaan Neolithikum di Indonesia.
Dari gambar 1 di atas, tentu Anda mempunyai suatu gambaran bahwa kebudayaan Neolithikum yang berupa kapak persegi dan kapak lonjong yang tersebar ke Indonesia tidak datang/menyebar dengan sendirinya, tetapi terdapat manusia pendukungnya yangberperan aktif dalam rangka penyebaran kebudayaan tersebut.
Manusia pendukung yang berperan aktif dalam rangka penyebaran kebudayaan itulah bangsa yang melakukan perpindahan/imigrasi dari daratan Asia ke Kepulauan Indonesia bahkan masuk ke pulau-pulau yang tersebar di Lautan Pasifik.
Dari penjelasan di atas tentu Anda ingin mengetahui dari mana, asal bangsa-bangsa yang berimigrasi ke Indonesia? Untuk itu silahkan Anda perhatikan gambar 2 berikut ini.
Gambar 2 Alur Perpindahan Bangsa-bangsa.
Bangsa yang berimigrasi ke Indonesia berasal dari daratan Asia tepatnya Yunan Utara bergerak menuju ke Selatan memasuki daerah Hindia Belakang (Vietnam)/Indochina dan terus ke Kepulauan Indonesia, dan bangsa tersebut adalah:
1.                   Bangsa Melanesia atau disebut juga dengan Papua Melanosoide yang merupakan rumpun bangsa Melanosoide/Ras Negroid. Bangsa ini merupakan gelombang pertama yang berimigrasi ke Indonesia.
2.                   Bangsa Melayu yang merupakan rumpun bangsa Austronesia yang termasuk golongan Ras Malayan Mongoloid. Bangsa ini melakukan perpindahan ke Indonesia melalui dua gelombang yaitu:
1.                   Gelombang pertama tahun 2000 SM, menyebar dari daratan Asia ke Semenanjung Melayu, Indonesia, Philipina dan Formosa serta Kepulauan Pasifik sampai Madagaskar yang disebut dengan Proto Melayu. Bangsa ini masuk ke Indonesia melalui dua jalur yaitu Barat dan Timur, dan membawa kebudayaan Neolithikum (Batu Muda)
2.                   Gelombang kedua tahun 500 SM, disebut dengan bangsa Deutro Melayu. Bangsa ini masuk ke Indonesia membawa kebudayaan logam (perunggu).

Tabel Migrasi Bangsa-Bangsa ke Indonesia
Gelombang Migrasi
Jenis Bangsa
Rumpun Bangsa
Jenis Ras
Jenis Bangsa Prasejarah Indonesia
Dengan adanya migrasi/perpindahan bangsa dari daratan Asia ke Indonesia, maka pada zaman prasejarah di Kepulauan Indonesia ternyata sudah dihuni oleh berbagai bangsa yang terdiri dari:
1.                   Bangsa Melanisia/Papua Melanosoide yang merupakan Ras Negroid memiliki ciri-ciri antara lain: kulit kehitam-hitaman, badan kekar, rambut keriting, mulut lebar dan hidung mancung. Bangsa ini sampai sekarang masih terdapat sisa-sisa keturunannya seperti Suku Sakai/Siak di Riau, dan suku-suku bangsa Papua Melanosoide yang mendiami Pulau Irian dan pulau-pulau Melanesia.
1.                   Bangsa Melayu Tua/Proto Melayu yang merupakan ras Malayan Mongoloid memiliki ciri-ciri antara lain: Kulit sawo matang, rambut lurus, badan tinggi ramping, bentuk mulut dan hidung sedang. Yang termasuk keturunan bangsa ini adalah Suku Toraja (Sulawesi Selatan), Suku Sasak (Pulau Lombok), Suku Dayak (Kalimantan Tengah), Suku Nias (Pantai Barat Sumatera) dan Suku Batak (Sumatera Utara) serta Suku Kubu (Sumatera Selatan).
2.                   Bangsa Melayu Muda/Deutro Melayu yang merupakan rasa Malayan Mongoloid sama dengan bangsa Melayu Tua, sehingga memiliki ciri-ciri yang sama. Bangsa ini berkembang menjadi Suku Aceh, Minangkabau (Sumatera Barat), Suku Jawa, Suku Bali, Suku Bugis dan Makasar di Sulawesi dan sebagainya. .
Gunung Sewu dikenal sebagai tempat yang secara geologi dan geografi terpisah dari bagian Pulau Jawa lainnya. Daerah ini terjal dan memanjang antara Parangtritis dan Pacitan. Di tengah-tengah iklim yang cukup kering sepanjang tahun, relief bukit-bukit kapur yang bentuknya tidak seragam dan menghadap ke Lautan Hindia menyediakan banyak gua, aliran sungai serta rijang. Rijang berkualitas baik ini dipakai manusia prasejarah untuk membuat berbagai perkakas yang diperlukan. Gunung Sewu adalah tempat ideal bagi hunian masa lalu, bukit-bukitnya sangat sering didatangi oleh manusia prasejarah dari periode manapun. Alat-alat bifasial, kapak, dan aneka ragam alat padat merupakan karya dan jejak-jejak yang ditinggalkan oleh Homo erectus, sebagai pembawa ketrampilan teknis dan kebudayaan Acheulean (Acheulean = sekuen kebudayaan Paleolitik Bawah yang dicirikan oleh perkakas kapak genggam dan kapak pembelah).






Benda-benda padat Acheulean yang juga ditemukan orang di Eropa, Afrika, negara-negara Iran-Irak, India, Nepal dan Cina lalu Indonesia menunjukkan bukti kedatangan Homo erectus setelah perjalanan jauh yang dimulai sedikit kurang dari dua juta tahun yang lalu dari daratan Afrika (“out of Africa” theory). Dan, justru di alur Sungai Baksoko, yang terletak tidak jauh dari kota Pacitan inilah perkakas Acheulean ini ditemukan. Situs ini kemudian menjadi sangat terkenal di dunia arkeologi dan memberikan nama pada salah satu kebudayaan Paleolitik Bawah yang termasyur : kebudayaan Pacitanian. (http/Ribuan%20Gunung%20Ribuan%20Artefak%20%20%20Prasejarah%20Gunung%20Seribu%20(Sewu)%20%C2%AB%20Dongeng%20Geologi.htm)

Nenek moyang manusia pertama kali muncul di Afrika Rift Valley dari mana mereka bermigrasi, utara, barat (Cardwell, 1994) dan selatan. . Arus divergen hipotesis adalah bahwa hominid (lihat buku hominid) saham bermigrasi dari Afrika pada dua periode yang berbeda. Satu garis keturunan dari 700.000 tahun lalu mengarah ke Neanderthal berkembang di zona beriklim Eropa dan Timur Tengah.  Lain, yang berkembang di Afrika sekitar 100.000 tahun yang lalu, menyebabkan manusia modern. (Lihat tengkorak manusia modern) © 1 Sekitar 186.000 tahun yang lalu, zaman es tiba, menciptakan kondisi kering di Afrika (Gore & Garrett, 1997). Ini berlangsung hingga sekitar 120.000 tahun yang lalu dan mencegah migrasi ini manusia berevolusi dari Afrika. By 100,000 years ago the Sahara desert was lush, with lakes, streams and vegetation. Oleh 100.000 tahun yang lalu gurun Sahara yang subur, dengan danau, sungai dan vegetasi. Plentiful game would have encouraged a wider distribution of early humans. Banyak permainan akan mendorong distribusi yang lebih luas awal manusia.
Migran, yang menjajah seluruh dunia, meninggalkan Afrika antara 90.000 dan 180.000 tahun yang lalu, dan sampai di Cina dengan 68.000 tahun yang lalu, Australia oleh setidaknya 60.000 tahun lalu (Strausbaugh dan Sakelarisc, 2001), New World by 12.000 tahun lalu ( Cann et al., 1987) dan Eropa dengan 36.000 tahun yang lalu (Reader, 1988) (Groves, 1994). Cann, Stoneking and Wilson's (1987) studi tentang DNA mitokondria menemukan kurangnya keragaman dalam populasi Asia yang akan diharapkan memiliki hibridisasi migran ini dengan Homo erectus sudah di daerah tersebut. Perbedaan terbesar pada DNA non-Afrika terjadi 90.000 untuk populasi 180.000 tahun lalu menunjukkan bahwa Homo erectus (Manusia Jawa, Peking Man) tidak menyumbang gen kita (sebagaimana diusulkan oleh multi-regional hipotesis asal-usul manusia).

            Manusia bermigrasi ke Eropa sekitar 40 000 tahun yang lalu (Burenhult, 1994).  Mereka menggunakan dua alat yang berbeda tradisi saat ini.  Orang-orang di selatan Sahara itu sama alat Zaman Batu Tengah antara 200.000 dan 40.000 tahun yang lalu. Migran pertama menular ke Eropa tradisi ini.  Di Afrika Utara dan Eropa, tradisi alat baru mulai 40.000 tahun yang lalu.  Ini adalah awal yang terkait dengan budaya Cro-Magnon, yang disebut budaya Aterian di Tunisia dan Libya. (Pandangan tengkorak Cro-Magnon) © 1 Afrika Utara lebih banyak hujan pada saat ini dan itu subur dan penuh permainan besar. Alat poin dengan Tangs yang memungkinkan lampiran ke sebuah tombak atau panah pertama kali muncul pada saat ini (Burenhult, 1994).  Busur dan anak panah yang diyakini telah diciptakan di sini. Aterian Afrika Utara ini budaya alat berlangsung selama 20.000 tahun.  Poin yang lebih kecil seperti yang digunakan dalam mengembangkan anak panah. Microliths Tiny (barbs kecil) dari batu api, yang digunakan untuk me-mount di baris pada tulang atau kayu sabit juga ditemukan, menunjukkan bahwa mereka menuai rumput liar. 

Selasa, 14 Juni 2011

Menyisir Pegunungan Selatan Jawa Part 1

MODERN HUMAN DISPERSAL ( WAJAK,TULUNG ANGUNG)

            Teori Out of Africa yang menyatakan bahwa nenek moyang seluruh manusia modern di dunia adalah orang Afrika, ini membuktikan bahwa leluhur pertama manusia modern itu kebetulan bertahan hidup di Afrika dan menyebar ke seluruh dunia, sedangkan manusia-manusia kuno di wilayah lainnya punah karena tidak dapat bertahan hidup. Namun menurut teori multiregional amHs ada di berbagai tempat.
            Migrasi adalah salah satu kunci kesuksesan manusia dalam mempertahankan keanekaragaman gene pool. Melalui migrasi individu akan bertemu dengan individu lain, populasi satu akan bertemu dengan individu yang lain, populasi satu akan bertemu dengan populasi lain di tempat yang baru.   
            Pola dispersal manusia modern yang secara biologis maupun yang perilaku memberi petunjuk bahwa perkembangan populasi dunia berkembang pesat. Migrasi terus terjadi hingga manusia modern, karena salah satu tujuan migrasi ini adalah untuk mempertahankan hidup dan agar menjadi lebih baik.
            Persebaran manusia ini melalui sekurang-kurangnya dua tahapan sekaligus juga menunujukkan dua arah persebaran. Persebaran manusia yang melewati pantai sebagai jalur utama untuk bermigrasi ini disebut single dispersal. Menurut Lahr dan Foley sekurang-kurangnya ada dua pola migrasi yang berasal dari Afrika Timur Laut dan Southern Routeyang berasal dari Tanduk Afrika (Afrika Timur) melewati laut merah (selat Babel).
            Jalur dispersal dari barat ke timur melewati pegunungan sewu . Jalur yang dilewati adalah dari gunung kidul (sewu) terus ke pacitan, ponorogo, blitar (kemungkinan hominid), terus ke tulungagung (wadjak), jember dan terus ke timur sampai flores.
            Dari pola persebaran tersebut, dipilihlah lokasi yang dilewati dalam proses dispersal itu yaitu di daerah Tulungagung, dimana daerah ini juga dilewati dalam proses dispersal itu. Pada daerah ini masih banyak ditemukan sisa persebaran itu.
            Daerah Tulungagung banyak ditemukan lokasi yang dilewati jalur dispersal itu. Salah satu contohnya adalah di daerah Boyolangu, dimana tempat ini menjadi fokus penelitian yang diberikan kepada kelompok kami.

PROBLEM
            Jalur persebaran yang melewati deretan  gunung sewu ini yang terdiri dari beberapa rute seperti yang telah diuraikan pada latarbelakang menarik untuk dilihat daerah persebarannya secara langsung. Untuk itu lokasi yang dipilih adalah daerah Tulungagung karena daerah ini ditemukan Homo Wadjakensis. Selain itu daerah ini memiliki beberapa daerah yang dilewati dalam proses dispersal, seperti yang menjadi fokus permasalahan kelompok kami yaitu daerah Boyolangu Tulungagung. Nama desa yang berada di wilayah Tulungagung, khususnya di daerah yang masih terdapat peninggalan sejarah ini,mempunyai hubungan yang erat bila digabungkan dengan jalur dipersal yang dilewati manusia pada zaman dahulu. Kondisi lingkungan daerah persebaran juga perlu untuk diketahui dan dibandingkan dengan kondisi lingkungan sekarang.

Tujuan masalah
·                     mengetahui daerah persebaran secara langsung
·                     mengetahui kondisi alam yang dilalui dalam dispersal
·                     mengaplikasikan teori yang di dapat dalam perkuliahan pada lapangan
·                     membuktikan hipotesa mengenai daerah itu yang dilewati sebagai jalur dispersal.
           

Minggu, 12 Juni 2011


Mengapa orang suka terlambat? 
( Analisis berdasar teori-teori Antropologi Psikologi.)

Secara umum, kepribadian dapat didefinisikan sebagai ciri-ciri watak yang konsisten sehingga seseorang memiliki suatu identitas (Koentjraningrat 2005:99). Menurut Koentjaraningrat, kepribadian memiliki tiga unsur penting yaitu pengetahuan, perasaan, dan dorongan naluri (Koentjaraningrat 2005:99-105).
Unsur yang berdasarkan pengetahuan, unsur yang mengisi akal dan alam jiwa orang yang sadar itu terkandung di dalam otak mereka secara sadar. Manusia hidup dalam alam sekitarnya akan mendapatkan banyak hal yang mereka terima melalui panca indera, misalnya bagaimana meraka bisa melihat warna yang memberi nama atau identitas warna tersebut, serta dari indera pendengaran, dapat membedakan suara apa yang di dengar. Semua hal ini dalam ilmu Antropologi merupakan persepsi, yaitu seluruh proses akal yang disadar untuk menggambarkan hal-hal yang umum. Sedangkan dari unsur perasaan adalah sesuatu hal yang kita rasakan, seolah-olah kita merasakannya. Misalnya, pada saat kita melihat gambar makan dan pada waktu itu kita memang sedang lapar, maka kita akan membayangkan makanan itu untuk kita makan, hal ini yang disebut apersepsi. Apersepsi adalah penggambaran atau pengertian baru tentang hal-hal yng menarik. yang menimbulkan suatu perasaan yang positif dalam kesaadarannya. Unsur yang lain adalah doringan naluri. Sedikitnya ada tujuh macam dorongan naluri menurut ahli-ahli psikologi, salah satunya adalah dorongan untuk meniru tinglah laku sesamanya.

Koentjaraningrat mengungkapkan dalam teorinya tersebut, kita dapat melakukan analisis terhadap kasus yang ada yaitu kesukaan orang terlambat. Banyak alsan mengapa orang terlambat tetapi sebelumnya kata  terlambat yang dilakukan oleh seorang individu dapat diartikan sebagai perbuatan atau tindakan yang tidak tepat waktu dengan waktu yang dijadwalkan. Pada beberapa orang, terlambat seakan sudah menjadi suatu kebiasaan, padahal dalam pandangan masyarakat secara umum terlambat merupakan suatu hal yang tidak baik. Namun, pandangan ini seakan tidak dipedulikan oleh orang yang suka terlambat.
Orang yang suka terlambat ini memiliki suatu kepribadian yang memang suka terlambat. Tentu saja, kebiasaannya ini tidak terbentuk begitu saja, namun melalui serangkaian proses yang membentuknya seperti demikian. Seperti yang disebutkan, terdapat tiga unsur yang membentuk suatu kepribadian, yang pertama yaitu pengetahuan. Pengetahuan ini berada dalam otak atau pemikiran manusia mengenai keadaan lingkungannya, yang dibentuk dengan serangkaian proses berupa melihat, merasa, mendengar, mencium yang tiada henti selama hidup manusia. Berkaitan dengan terlambat, seseorang sangat dimungkinkan mengetahui bahwa terlambat tidak memiliki sanksi tegas yang dikenakan kepadanya. Sejak kecil seseorang tersebut sudah sering terlambat dan tidak mendapatkan sanksi. Dengan demikian, dalam pikiran orang tersebut terbentuk suatu konsep pengetahuan yang membiarkan dirinya untuk tetap terlambat.
            Unsur yang kedua yaitu perasaan. Perasaan juga terbentuk karena adanya kemampuan indera dalam mendapatkan pengetahuan. Kesadaran yang ada dalam otak manusia membiarkan perasaannya untuk menilai suatu hal tertentu, yang oleh Koentjaraningrat diberi nilai positif atau negative (Koentjaraningrat 2005:102). Pada saat seseorang merasa positif tentang suatu hal, maka ia akan menjadi tertarik dan terbiasa akan hal tersebut. Demikian juga dengan orang yang terlambat, dalam perasaannya terbentuk suatu nilai positif yaitu merasa aman dan tidak ada hal buruk saat ia terlambat untuk yang pertama kali. Di waktu selanjutnya, terlambat akan menjadi sesuatu yang biasa bagi dirinya, sehingga ia akan terus melakukan hal tersebut.
            Unsur yang ketiga yaitu dorongan naluri. Koentjaraningrat merangkum beberapa pemikiran para ahli psikologi mengenai jenis dorongan naluri, yang setidaknya ada tujuh macam yaitu dorongan untuk mempertahankan hidup, dorongan seks, dorongan untuk mencari makan, dorongan untuk bergaul dan berinteraksi dengan orang lain, dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya, dorongan untuk berbakti, dan dorongan untuk keindahan. Dari tujuh bentuk dorongan naluri ini, dorongan untuk meniru orang lain merupakan hal yang menjadi landasan orang suka terlambat. Saat seseorang melihat orang lain terlambat dan tidak mendapat sanksi berat, maka ia akan berusaha untuk meniru perbuatan tersebut karena dirasa tidak berbahaya bagi dirinya. Maka, ia akan mulai untuk terlambat hingga akhirnya menjadi kebiasaannya sendiri.
Studi yang lain juga mengatakan bahwa kepribadian dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu like other men, like some other men, dan no like other men. Dalam study kasus mengenai orang yang suka terlambat, saya menganalisa berdasarkan kelompok like some other men.
Like some other men yaitu orang-orang yang berbeda untuk berkumpul dan membentuk suatu kelompok atau subkultur sendiri yang berbeda dari orang atau pihak lain. Mereka memiliki kepribadian yang hampir sama dalam beberapa hal atau aspek. Namun, dalam keseluruhannya mereka tetaplah orang yang berbeda dengan kepribadian yang berbeda pula. Dalam kasus ini, saya menyebutkan bahwa kebiasaan orang terlamabat adalah hal yang sama dimiliki beberapa orang. Pada saat mereka melakukan hal tersebut (terlambat), mereka merasa aman, karena selain orang tersebut, akan ada orang lain yang juga melakukan hal yang sama dan mereka sama-sama tidak mendapatkan sanksi yang berat.


Kyai Pradah lan Wulan Suro



Siraman Gong Kyai Pradah

Blitar - Menjelang awal bulan Maulud atau Rabiul Awal, ibukota eks Kawedanan Lodoyo yang terletak di Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar mulai ramai dibanjiri para masyarakat.  Ribuan masyarakat baik dari dalam maupun luar kota datang untuk mengikuti prosesi siraman Gong Kyai Pradah. Kebanyakan mereka datang lebih awal dari hari pelaksanaan siraman, sehingga suasana kota yang biasanya sepi berubah menjadi ramai.  Bahkan ratusan pedagang kaki lima dari wilayah Blitar mapun daerah sekitar juga turut berjubel untuk mengais rezeki dari keramaian tersebut.  Puncak Ritual Siraman Gong Kyai Pradah biasanya dilaksanankan mendekati tanggal 12 Rabiul Awal (penanggalan Hijriah). Tapi kali ini ritual dilakukan pada Jumat (21/3/2008) atau selang sehari dari tanggal 12 Rabiul Awal.  Sejak pagi, ribuan orang dari wilayah Blitar dan sekitarnya telah datang memenuhi alun-alun pendopo eks kawedanan Lodoyo. Bahkan untuk beberapa warga sudah datang sejak beberapa hari yang lalu, mereka rela menginap di emperan toko demi menunggu momen sakral tersebut.  Sekitar Pukul 09.00 WIB, Pusaka Kyai Pradah dikeluarkan dari tempat penyimpanannya. Setelah itu dikirab mengelilingi alun-alun. Sesekali warga yang hadir berdesak-desakan hanya sekedar melihat atau berusaha untuk memegang gong Pusaka tersebut.  Setelah itu, Pusaka Kyai Pradah dibawa naik ke panggung untuk dimandikan. Momen inilah yang ditunggu ribuan warga yang hadir di acara tersebut.

Masyarakat rela saling berdesakan hanya untuk memperebutkan air, bunga setaman atau apa saja benda bekas untuk mencuci pusaka tersebut. Mereka mempercayai jika barang-barang maupun air tersebut mempunyai tuah, bisa digunakan untuk mengobati penyakit serta membuat awet muda.  Salah satu warga yang mempercayai hal tersebut adalah Poniyem, warga Desa Bacem Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar. Wanita berusia 67 tahun ini mengaku, setiap kali ritual ini dilaksanakan, dirinya selalu hadir dan ikut berebut air maupun benda-benda lain bekas untuk mencuci Pusaka Kyai pradah.  Menurutnya, selain membuat awet muda, benda-benda lainnya bekas mencuci pusakan seperti bunga setaman, jika disimpan di rumah akan memberi berkah yakni memperlancar rezeki serta membuat rasa tentram dalam kehiduan rumah tangga.

"kalau dulu saya mesti ikut berebut. Tapi karena sekarang sudah tua, hanya bisa melihat saja sudah cukup" terangnya pada detiksurabaya.com Jumat (21/3/2008).

Dari data yang dihimpun detiksurabaya.com, Pusaka Kyai Pradah merupakan peninggalan Pangeran Prabu dari Kerajaan Mataram Surakarta. Pangeran Prabu datang ke Lodoyo karena mendapat hukuman dari ayahnya Pakubuwana I. Saat Pangeran Prabu datang, Lodoyo merupakan hutan lebat yang masih wingit (angker). Sehingga untuk melindungi perjalanan tersebut, Pangeran Prabu membawa Pusaka kerajaan berupa gong atau bende yang hingga saat ini disebut sebagai Gong Kyai Pradah.

Dalam pesannya, Kyai Prabu meminta agar gong tersebut selalu dimandikan atau dibersihkan setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Oleh sebab itu Pemkab Blitar selalu melakukan ritual ini untuk menjaga kelestarian budaya yang tak ternilai harganya

Dari fenomena budaya mengenai upacara siraman Gong Kyai Pradah terdapat simbol dalam melakukan suatu ritus.  Menurut W Robertson Smith dalam teorinya tentang upacara bersaji Smith mengatakan dalam gagasannya yaitu disamping keyakinan dan doktrin, sistem agama juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi dan analisa yang khusus dan gagasan selanjutnya adalah bahwa uapacara religi atau agama yang dilakukan oleh banyak warga masyarakat sebagai pemeluk agama yang bersama-sama memiliki fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat.  Para pemeluk agama atau religi ini senantiasa melakukan upacara religi dengan besrsungguh-sungguh bdan ada pula yang kurang bersungguh-sungguh semata-mata tidak karena Tuhan atau dewa mereka dan tidak juga untuk memenuhi kepuasan religi mereka secara pribadi melainkan untuk memenuhi kewajiban social mereka.
Upacara memandikan Gong Kyai Pradah tidak lepas dari simbol khususnya dalam melakukan upacara bersaji.  Dalam melakukan ritus pasti tidak terlepas dari konsep alat, tempat, waktu, pelaku begitu juga dengan pemandian gong Kyai Pradah, alat-alat yang digunakan sebagai ritus seperti ; air,bunga setaman dan juga makanan untuk selamatan, tempat ; bertempat di pendopo alun-alun Lodoyo Kabupaten Blitar, waktu; biasanya dilaksanankan mendekati tanggal 12 Rabiul Awal (penanggalan Hijriah), sedangkan Pelaku upacara terdiri dari juru kunci, dan warga berbagai lapisan masyarakat.  Air yang digunakan sebagai ritus tersebut digunakan sebagai alat untuk membasuh gong Kyai Pradah.  Bunga setaman yang ada dalam upacara memandikan Gong Kyai Pradah adalah  harapannya agar kehidupan selalu cerah ibarat bunga di taman selain itu bunga merupakan salah satu simbol dari budaya falistik yang memiliki makna yaitu penyeimbang generatif karena dalam bunga terdapat alat kelamin yang berupa benang sari dan putik. 
Informasi yang di dapat dari warga setempat mereka memaknai upacara tersebut sebagai upacara yang sangat sakral karena mereka percaya air sisa yang di gunakan untuk memandikan Gong Kyai Pradah dapat membuat awet muda dan lebh percaya diri selain itu bunga yang terdapat dalam air tersebut dan bunga setaman yang digunakan dalam prosesi ritual dipercaya dapat mendatangkan banyak rejeki dan keberuntungan dalam hidup.