Kamis, 23 Februari 2012

Candi Tikus, Situs Pentirtaan Majapahit


"Candi Tikus Lebih Rendah dari Permukaan Tanah"

ANTROPODIA - Satu lagi bukti kebesaran dari kerajaan Majapahit.  Candi tikus merupakan salah satu dari beberapa Candi Peninggalan dari Kebudayaan Majapahit.  Candi yang merupakan candi pentirtaan itu pertama kali ditemukan pada tahun 1914 oleh penduduk Trowulan, Kabupaten Mojokerto.  setelah mendapat laporan dari warga setempat, R.A.A Romodjojo Adinegoro sebagai Bupati Mojokerto turun kelokasi penemuan. Berdasarkan beberapa sumber, termasuk didalamnya adala warga sekitar, penemuan tersebut awalnya ditandai dengan munculnya wabah tikus yang mana tikus tersebut bersarang di suatu gundukan tanah. Kemudian bersama-sama masyarakat membongkar gundukan yang diduga sebagai sarang tikus.  ternyata setelah dibongkar, gundukan tersebut didalamnya terdapat sebuah bangunan candi, dari situlah awal mula dinamakannya cadi Tikus.

Lokasi Candi Tikus berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.  Candi tikus disebut sebagao candi pentritaan karena ditengah-tengah bangunan cnadi tersebut terdapat sebuah miniatur bangunan yang melambangkan gunung Mahameru yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya dewa dan sebagai sumber dari segala sumber kehidupan. Hal tersebut diwujudkan dengan adanya air yang mengalir dari pancuran atau disebut dengan Jaladwara yang mengalir di kaki-kaki candi dan dipercaya sebagi air suci Amrta dari segala kehidupan.
Layaknnya candi yang selalu lebih tinggi dari permukaan tanah, Candi Tikus ini letaknya justru berada lebih rendah dari permukaan tanah, kurang lebih sedalam 3,5 meter berada dari permukaan tanah.  Candi tikus iniberbentuk persegi atau bujur sangkar dengan ukuran 22,5 x 22,5 meter dengan tinggi hingga puncak candi mencapai 5,20 meter. 
Bahan pembuatan Candi Tikus ini didominasi oleh batu bata, yang mana hal tersebut menunjukkan gambaran lokasi pada masa lampau yang bukan merupakan daerah berbatu.  Selain batu bata terdapat batu andesit yang digunakan sebagi pancuran dari candi tersebut.  Untuk menahan tanah yang ada di sekitar candi, dibuatlah teras.  dalam candi tikus ini terdapat 46 pancuran akan tetapi kini hanya tinggal 19 pancuran yang terletak di dinding bawah dan batur candi.
Bentuk dari pancuran  atau jaladwara tersebut ada yang berupa padma dan makara.  Pada dinding utara bagian bawah candi terdapat bilik yang terletak di kiri dan kanan tangga yang berupa kolam.  Ukuran panjang, lebar dan tinggi kolam tersebut masing-masing, 3,5 meter, 2 meter dan 1,05 meter. Pada pintu masuknya terdapat dinding dengan lebar 1,2 meter.  di dinding utara terdapat masing-masing 3 pancuran yang dulu mendapat pasokan air dari saluran air yang terletak di belakang candi Induk ( ditengah dengan kaki menempel pada teras dinding selatan) atau lebih tepatnya di sebelah selatan candi. Selain itu juga terdapat saluran pembuangan yang terletak di bagian lantai dasar.
Bangunan induk candi terdiri atap, tubuh dan kaki.  Kaki candi berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi masing-masing 7,75 meter, 7,65 meter dan 1,5 meter. Di bagian kaki ini terdapat saluran yang berfungsi memasok air dalam pancuran-pancuran candi dengan lebar 17 cm dan kedalaman 54 cm.  Tubuh candi berbentuk persegi dengan ukuran sisi-sisinya 4,8 x 4,8 meter.  Di bagian atas tubuh candi terdapat 4 buah menara yang berukuarn 0,84 x 0,80 meter  terletak pada tiap sudutnya. menara tertinggi terletak di tengah-tengah dengan ukuran 1 x 1,04 dan tingginya 2,76 meter. 
sementara ada beberapa bagian menara yang hilang sehingga tidak diketahui bagaimana bentuknya.  Menara-menara ini sebagai perlambang Gunung Mahameru sebagai pusat makro kosmos mengingat ketika itu masyarakat masih dalam tahap mitis dalam pemikirannya.  Diamana pemikiran itu berorientasi pada kosmos.  Terlepas dari itu semua, sebagai masyarakat yang hidup di Era ini harus menghargai budaya yang adiluhung ini dan turut Handarbeni.  Itulah yang bisa membuat kita bangga terhadap kekayaan nusantara ini. [Gull]
Read More at ethnoculinerology.com