"Candi Tikus Lebih Rendah dari Permukaan Tanah"
ANTROPODIA - Satu
lagi bukti kebesaran dari kerajaan Majapahit.
Candi tikus merupakan salah satu dari beberapa Candi Peninggalan dari
Kebudayaan Majapahit. Candi yang
merupakan candi pentirtaan itu pertama kali ditemukan pada tahun 1914 oleh
penduduk Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
setelah mendapat laporan dari warga setempat, R.A.A Romodjojo Adinegoro
sebagai Bupati Mojokerto turun kelokasi penemuan. Berdasarkan beberapa sumber,
termasuk didalamnya adala warga sekitar, penemuan tersebut awalnya ditandai
dengan munculnya wabah tikus yang mana tikus tersebut bersarang di suatu
gundukan tanah. Kemudian bersama-sama masyarakat membongkar gundukan yang
diduga sebagai sarang tikus. ternyata
setelah dibongkar, gundukan tersebut didalamnya terdapat sebuah bangunan candi,
dari situlah awal mula dinamakannya cadi Tikus.
Lokasi
Candi Tikus berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi tikus disebut sebagao candi pentritaan
karena ditengah-tengah bangunan cnadi tersebut terdapat sebuah miniatur
bangunan yang melambangkan gunung Mahameru yang diyakini sebagai tempat
bersemayamnya dewa dan sebagai sumber dari segala sumber kehidupan. Hal
tersebut diwujudkan dengan adanya air yang mengalir dari pancuran atau disebut
dengan Jaladwara yang mengalir di kaki-kaki candi dan dipercaya sebagi air suci
Amrta dari segala kehidupan.
Layaknnya
candi yang selalu lebih tinggi dari permukaan tanah, Candi Tikus ini letaknya
justru berada lebih rendah dari permukaan tanah, kurang lebih sedalam 3,5 meter
berada dari permukaan tanah. Candi tikus
iniberbentuk persegi atau bujur sangkar dengan ukuran 22,5 x 22,5 meter dengan
tinggi hingga puncak candi mencapai 5,20 meter.
Bahan
pembuatan Candi Tikus ini didominasi oleh batu bata, yang mana hal tersebut
menunjukkan gambaran lokasi pada masa lampau yang bukan merupakan daerah
berbatu. Selain batu bata terdapat batu
andesit yang digunakan sebagi pancuran dari candi tersebut. Untuk menahan tanah yang ada di sekitar
candi, dibuatlah teras. dalam candi
tikus ini terdapat 46 pancuran akan tetapi kini hanya tinggal 19 pancuran yang
terletak di dinding bawah dan batur candi.
Bentuk
dari pancuran atau jaladwara tersebut
ada yang berupa padma dan makara. Pada
dinding utara bagian bawah candi terdapat bilik yang terletak di kiri dan kanan
tangga yang berupa kolam. Ukuran
panjang, lebar dan tinggi kolam tersebut masing-masing, 3,5 meter, 2 meter dan
1,05 meter. Pada pintu masuknya terdapat dinding dengan lebar 1,2 meter. di dinding utara terdapat masing-masing 3
pancuran yang dulu mendapat pasokan air dari saluran air yang terletak di
belakang candi Induk ( ditengah dengan kaki menempel pada teras dinding
selatan) atau lebih tepatnya di sebelah selatan candi. Selain itu juga terdapat
saluran pembuangan yang terletak di bagian lantai dasar.
Bangunan
induk candi terdiri atap, tubuh dan kaki.
Kaki candi berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang, lebar dan
tinggi masing-masing 7,75 meter, 7,65 meter dan 1,5 meter. Di bagian kaki ini
terdapat saluran yang berfungsi memasok air dalam pancuran-pancuran candi
dengan lebar 17 cm dan kedalaman 54 cm.
Tubuh candi berbentuk persegi dengan ukuran sisi-sisinya 4,8 x 4,8
meter. Di bagian atas tubuh candi
terdapat 4 buah menara yang berukuarn 0,84 x 0,80 meter terletak pada tiap sudutnya. menara tertinggi
terletak di tengah-tengah dengan ukuran 1 x 1,04 dan tingginya 2,76 meter.
sementara
ada beberapa bagian menara yang hilang sehingga tidak diketahui bagaimana
bentuknya. Menara-menara ini sebagai
perlambang Gunung Mahameru sebagai pusat makro kosmos mengingat ketika itu
masyarakat masih dalam tahap mitis dalam pemikirannya. Diamana pemikiran itu berorientasi pada
kosmos. Terlepas dari itu semua, sebagai
masyarakat yang hidup di Era ini harus menghargai budaya yang adiluhung ini dan
turut Handarbeni. Itulah yang bisa
membuat kita bangga terhadap kekayaan nusantara ini. [Gull]
Read More at ethnoculinerology.com