POTRET KEARIFAN LOKAL SUKU KAJANG DALAM
(KAJANG DALAM ditengah modernisasi)
Kehadiran teknologi ditengah-tengah kehidupan manusia merupakan hal yang sangat penting. Dengan adanya teknologi, mempermudah mempermudah aktivitas manusia. Perkembangan teknologi kini semakin pesat seiring dengan majunya zaman. Ini terbukti dengan terciptanya alat-alat serba canggih yang semakin memanjakan manusia. Dahulu ketika kita ingin menyapa atau menghubungi kerabat yang jauh domisilinya, kita harus menggunakan surat yang begitu memakan waktu kedatangannya. Dengan ditemukannya teknologi seperti pesawat telepon atau handphone (hp) kita bisa menghubunginya kapan saja sesuai dengan keingiinan kita. Selain itu masih banyak lagi teknologi yang dapat mempermudah kinerja manusia, seperti halnya dengan adanya kendaraan bermotor, internet dan peralatan elektronik lainnya. Teknologi yang modern kini sangat diperlukan untuk efisiensi waktu, tenaga dan juga pikiran.
Rumah adat suku Kajang |
Lambat laun seiring dengan kecepatan laju perkemabangan teknologi yang menghampiri, membuat para pemuda Kajang Dalam semakin tergoda untuk menggunakannya. Perubahan pola pikir tersebut terjadi juga karena adanya pembangunan jalan dalam lima tahun terakhir ini yang membuat akses menuju Kajang semakin mudah saja. Dusun yang merupakan kawasan adat seperti Tombolo, Bongkina, Pangi, Sobu, Barangbina dan Loraya kini sudah terjamah oleh penetrasi infrastruktur tersebut.
Dengan adanya perubahan alamiah yang menyentuh suku Kajang, amatoa pun akhirnya mengijinkan kehadiran teknologi modern seperti listrik, motor dan juga lainnya akan tetapi hanya hingga pada pinggiran wilayah keenam dusun adat itu. Pada tahun 1990 pemerintah menawarkan pembangunan jalan dan pengadaan listrik pada suku Kajang Luar, yakni dusun Balaguna dan Janaya. Kini Kajang luar pun dibanjiri sepeda motor dan diterangi oleh listrik. Rumah adatpun sudah terbuat dari tembok.
Walaupun amatoa telah mengijinkan liatrik dan juga teknologi lainnya ke beberapa wilayah adat, tetapi amatoa juga tetap melarang dan menolak kehadiran listrik di seluruh wilayah adatnya karena tidak sesuai dengan ajaran leluhur. Menurut ajaran leluhur, selain mengajarkan untuk hidup sederhana dan menjaga kelestarian alam, ajaran tersebut juga melarang penduduknya untuk berdagang, karena dianggap tabu. Walaupun begitu amatoa membolehkan adanya jual beli dengan membangun pasar tradisional dan juga sekolah akan tetapi letaknya harus diluar wilayah desa adat. Jadi bagi penduduk yang ingin berdagang atau berbelanja dan juga sekolah harus keluar dari wilayah adat terlebih dahulu. Keharmonisan antar penduduk tetap terlihat walaupun secara adat wilayah tersebut sudah terbagi menjadi dua. Itu terlihat ketika mereka berkumpul dan berbincang dengan bahasa konjo yang merupakan campuran dialek Bugis dan Makasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar