Minggu, 12 Juni 2011

Kyai Pradah lan Wulan Suro



Siraman Gong Kyai Pradah

Blitar - Menjelang awal bulan Maulud atau Rabiul Awal, ibukota eks Kawedanan Lodoyo yang terletak di Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar mulai ramai dibanjiri para masyarakat.  Ribuan masyarakat baik dari dalam maupun luar kota datang untuk mengikuti prosesi siraman Gong Kyai Pradah. Kebanyakan mereka datang lebih awal dari hari pelaksanaan siraman, sehingga suasana kota yang biasanya sepi berubah menjadi ramai.  Bahkan ratusan pedagang kaki lima dari wilayah Blitar mapun daerah sekitar juga turut berjubel untuk mengais rezeki dari keramaian tersebut.  Puncak Ritual Siraman Gong Kyai Pradah biasanya dilaksanankan mendekati tanggal 12 Rabiul Awal (penanggalan Hijriah). Tapi kali ini ritual dilakukan pada Jumat (21/3/2008) atau selang sehari dari tanggal 12 Rabiul Awal.  Sejak pagi, ribuan orang dari wilayah Blitar dan sekitarnya telah datang memenuhi alun-alun pendopo eks kawedanan Lodoyo. Bahkan untuk beberapa warga sudah datang sejak beberapa hari yang lalu, mereka rela menginap di emperan toko demi menunggu momen sakral tersebut.  Sekitar Pukul 09.00 WIB, Pusaka Kyai Pradah dikeluarkan dari tempat penyimpanannya. Setelah itu dikirab mengelilingi alun-alun. Sesekali warga yang hadir berdesak-desakan hanya sekedar melihat atau berusaha untuk memegang gong Pusaka tersebut.  Setelah itu, Pusaka Kyai Pradah dibawa naik ke panggung untuk dimandikan. Momen inilah yang ditunggu ribuan warga yang hadir di acara tersebut.

Masyarakat rela saling berdesakan hanya untuk memperebutkan air, bunga setaman atau apa saja benda bekas untuk mencuci pusaka tersebut. Mereka mempercayai jika barang-barang maupun air tersebut mempunyai tuah, bisa digunakan untuk mengobati penyakit serta membuat awet muda.  Salah satu warga yang mempercayai hal tersebut adalah Poniyem, warga Desa Bacem Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar. Wanita berusia 67 tahun ini mengaku, setiap kali ritual ini dilaksanakan, dirinya selalu hadir dan ikut berebut air maupun benda-benda lain bekas untuk mencuci Pusaka Kyai pradah.  Menurutnya, selain membuat awet muda, benda-benda lainnya bekas mencuci pusakan seperti bunga setaman, jika disimpan di rumah akan memberi berkah yakni memperlancar rezeki serta membuat rasa tentram dalam kehiduan rumah tangga.

"kalau dulu saya mesti ikut berebut. Tapi karena sekarang sudah tua, hanya bisa melihat saja sudah cukup" terangnya pada detiksurabaya.com Jumat (21/3/2008).

Dari data yang dihimpun detiksurabaya.com, Pusaka Kyai Pradah merupakan peninggalan Pangeran Prabu dari Kerajaan Mataram Surakarta. Pangeran Prabu datang ke Lodoyo karena mendapat hukuman dari ayahnya Pakubuwana I. Saat Pangeran Prabu datang, Lodoyo merupakan hutan lebat yang masih wingit (angker). Sehingga untuk melindungi perjalanan tersebut, Pangeran Prabu membawa Pusaka kerajaan berupa gong atau bende yang hingga saat ini disebut sebagai Gong Kyai Pradah.

Dalam pesannya, Kyai Prabu meminta agar gong tersebut selalu dimandikan atau dibersihkan setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Oleh sebab itu Pemkab Blitar selalu melakukan ritual ini untuk menjaga kelestarian budaya yang tak ternilai harganya

Dari fenomena budaya mengenai upacara siraman Gong Kyai Pradah terdapat simbol dalam melakukan suatu ritus.  Menurut W Robertson Smith dalam teorinya tentang upacara bersaji Smith mengatakan dalam gagasannya yaitu disamping keyakinan dan doktrin, sistem agama juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi dan analisa yang khusus dan gagasan selanjutnya adalah bahwa uapacara religi atau agama yang dilakukan oleh banyak warga masyarakat sebagai pemeluk agama yang bersama-sama memiliki fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat.  Para pemeluk agama atau religi ini senantiasa melakukan upacara religi dengan besrsungguh-sungguh bdan ada pula yang kurang bersungguh-sungguh semata-mata tidak karena Tuhan atau dewa mereka dan tidak juga untuk memenuhi kepuasan religi mereka secara pribadi melainkan untuk memenuhi kewajiban social mereka.
Upacara memandikan Gong Kyai Pradah tidak lepas dari simbol khususnya dalam melakukan upacara bersaji.  Dalam melakukan ritus pasti tidak terlepas dari konsep alat, tempat, waktu, pelaku begitu juga dengan pemandian gong Kyai Pradah, alat-alat yang digunakan sebagai ritus seperti ; air,bunga setaman dan juga makanan untuk selamatan, tempat ; bertempat di pendopo alun-alun Lodoyo Kabupaten Blitar, waktu; biasanya dilaksanankan mendekati tanggal 12 Rabiul Awal (penanggalan Hijriah), sedangkan Pelaku upacara terdiri dari juru kunci, dan warga berbagai lapisan masyarakat.  Air yang digunakan sebagai ritus tersebut digunakan sebagai alat untuk membasuh gong Kyai Pradah.  Bunga setaman yang ada dalam upacara memandikan Gong Kyai Pradah adalah  harapannya agar kehidupan selalu cerah ibarat bunga di taman selain itu bunga merupakan salah satu simbol dari budaya falistik yang memiliki makna yaitu penyeimbang generatif karena dalam bunga terdapat alat kelamin yang berupa benang sari dan putik. 
Informasi yang di dapat dari warga setempat mereka memaknai upacara tersebut sebagai upacara yang sangat sakral karena mereka percaya air sisa yang di gunakan untuk memandikan Gong Kyai Pradah dapat membuat awet muda dan lebh percaya diri selain itu bunga yang terdapat dalam air tersebut dan bunga setaman yang digunakan dalam prosesi ritual dipercaya dapat mendatangkan banyak rejeki dan keberuntungan dalam hidup.













1 komentar: